Interviews

Part I – Bisnis dan Tragedi. Wawancara dengan Tony Fernandes.

Intvw Preps

Persiapan untuk wawancara dengan Tony Fernandes, di kawasan SCBD, Jakarta Selatan

Hanya dalam waktu 13 tahun, Tony Fernandes berhasil membawa maskapai AirAsia dari perusahaan penuh hutang, menjadi perusahaan dengan pendapatan mencapai Rp. 22 Trilyun per tahun.

Dalam 13 tahun itu juga, Tony telah mengangkut lebih dari 300.000.000 (Tiga Ratus Juta) orang ke destinasi mereka. Menciptakan penghidupan di daerah tujuan yang baru, dan membawa gairah pada pelancong yang selama ini terbelenggu biaya pesawat yang mahal.

Dalam 13 tahun itu juga, Tony harus menghadapi kenyataan pahit dan mengambil tanggungjawab atas hilangnya ratusan nyawa dalam tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 akhir tahun lalu.

Pekan kemarin, saya berkesempatan bertemu dan mewawancarai Tony Fernandes. Ini kesempatan ke-2 bagi saya setelah mewawancarainya di tengah gelaran APEC CEO Summit di Nusa Dua Bali beberapa tahun lalu. Yang pasti, saya selalu antusias berbicara dengan CEO yang satu ini, karena dia tidak pernah membosankan, tidak pernah menggunakan kata-kata yang sulit untuk dimengerti, dan tidak pernah ragu menunjukkan dirinya yang sebenarnya, meskipun itu tidak “ke-CEO-CEO-an” (andai istilah itu memang ada).

Dalam wawancara yang terbagi menjadi 2 bagian ini, Tony berbicara tentang apa yang membawa AirAsia sukses mencapai penumpang ke 300 juta, tentang kebanggaannya akan kota Bandung, tentang bagaimana tragedi QZ8501 mengubah hidupnya, dan tentang bagaimana mengambil keputusan penting yang akan mengubah hidup, seperti yang ia lakukan saat memutuskan membeli AirAsia.

Berikut wawancaranya.


Timothy:

Tony, terima kasih untuk waktu anda. Saya yakin ini hari yang sibuk buat anda.

Tony:

Iya, mereka benar-benar memberi tugas yang banyak pada saya di AirAsia. Tapi ini hari yang baik buat kami.

Timothy:

Anda baru saja melayani penumpang ke 300 juta anda, yang kebetulan sekali adalah orang Indonesia.

Tony:

Ya benar. Bahkan dulu pemenang yang ke 100 juta juga adalah orang Indonesia, jadi ada sebuah kedekatan khusus antara masyarakat Indonesia dengan AirAsia.

Timothy:

Apakah kami pelanggan terbesar anda?

Tony:

Saya rasa bukan, tapi mendekati. Malaysia masih yang terbesar, serta Tiongkok, tetapi 25% penumpang kami berasal dari Indonesia. Tiga kelompok terbesar adalah Malaysia, Tiongkok dan Indonesia.

Timothy:

Jadi, Indonesia tetap penting untuk AirAsia?

Tony:

Sangat penting. Itu sebabnya saya memilih tinggal disini hahaha..

Timothy:

300 juta penumpang dalam sekitar 14 tahun.

Tony:

Sekitar 13 ½ tahun.

Timothy:

Saat anda memulai bisnis ini, dari bisnis yang hanya senilai 1 Ringgit. Apakah pernah terbayang bisa mencapai 300 juta penumpang hanya dalam 13 tahun?

Tony:

Tidak sama sekali. Saat saya memulai maskapai ini, target saya hanyalah: bertahan hidup. Menghitung sebulan, dua bulan, tiga bulan. Tak pernah terpikir akan tercapai 300 juta penumpang. Tapi sekarang, kita sudah mulai mematok target bahkan hingga 1 Milyar penumpang. Ini bukan tidak mungkin bahwa AirAsia bisa mencapai 1 Milyar penumpang dalam 10 tahun, meskipun mungkin CEO nya bukan saya lagi. 10 tahun lagi saya sudah berusia 61 tahun.

Timothy:

Itu kan masih cukup muda untuk usia seorang CEO.

Tony:

Mungkin itu sudah era nya Audrey (staff Tony). Saya tinggal baca di berita saja tentang hal itu.

Timothy:

Sekarang sudah 300 juta penumpang. Menurut anda, apa yang paling berjasa dalam mengantarkan AirAsia dari perusahaan senilai 1 Ringgit hingga 300 juta penumpang. Kebesaran namanyakah?

Tony:

Bukan. Produknya sendiri yang telah menarik pelanggan. Tentu saja harga yang rendah menjadi daya tarik utamanya. Segala yang pernah Tony Fernandes ucapkan, selalu terkait dengan pola Biaya Rendah. Kurangi biaya, stimulasi permintaan, ciptakan perjalanan. Hal itu kemudian kami tambahkan dengan armada yang baik, sumber daya manusia yang hebat, makanan yang enak, destinasi yang indah, kemudahan reservasi, dan tentu saja hal yang terpenting dari AirAsia adalah harga tiket.

Timothy:

Jadi, anda mempertahankan harga yang murah, namun tetap memberikan pelayanan berkelas. Terdengar mustahil.

Tony:

Dimulai dengan manusia. Biaya rendah tidak lantas berarti kualitas rendah. Lihatlah awak kabin saya, mereka menakjubkan. Mereka lebih baik dari maskapai pelayanan berbintang manapun. Mereka terlihat menarik, berkepribadian baik, ramah, dan setiap mereka berkarakter. Lihatlah di maskapai lain, semua tampak sama. Tidak perlu biaya untuk melempar senyum. Hanya karena kami penerbangan berbiaya rendah, tidak berarti kami tidak bisa pekerjakan orang terbaik. Menurut saya, itu keunggulan kami. Kemarin saya datang dari Bangkok ke Jakarta, dan kapten pesawatnya luar biasa. Dia memberikan saya Teh Susu Jahe.

Timothy:

Kalian menyediakan itu di pesawat?

Tony:

Tidak, dia yang membawanya sendiri. Dia berikan pada saya dan berkata “Ini bagus untuk kesehatan. Saya ingin anda berumur panjang” hahaha… Dia juga memberikan saya kue nanas, yang justru mungkin tidak akan membuat saya berumur panjang. Tapi hal-hal seperti ini datang dari hati, dan orang-orang di AirAsia berbicara dari hati.

Timothy:

Seberapa besar peran anda dalam menciptakan budaya itu?

Tony:

Tentu saja seorang pemimpin sebuah perusahaan menentukan bagaimana jalannya sebuah perusahaan. Kalau saya memberikan arahan yang berbeda, tentu ini bisa jadi perusahaan yang berbeda. Saya bisa mengajari seekor anjing untuk minum air, tapi saya tidak bisa memaksanya untuk mau minum. Jadi orang-orang di dalam AirAsia, termasuk diri saya sendiri, yang telah membentuknya.

Timothy:

Saya dengar, setiap kali anda memberikan keterangan atau pernyataan ke publik, hampir tidak ada yang ditulis oleh tim anda?

Tony:

Hahaha… Tidak pernah. Saya rasa itu mimpi terburuk dari tim komunikasi saya, karena mereka tidak pernah tau apa yang akan saya ucapkan. Sejujurnya saya sendiripun kadang tidak tahu kemana arah pernyataan saya.

Timothy:

Mereka hanya menyiapkan pembelaan kalau-kalau anda memberi pernyataan yang salah? Hahaha..

Tony:

Iya benar. Jadi saat tadi ada yang bertanya tentang pembekuan izin terbang (Surabaya-Singapura) entah dari mana lagu dari Frozen muncul di benak saya. Tapi rasanya tepat.

Timothy:

Boleh anda nyanyikan buat pemirsa?

Tony:

Waduh… Hahahaha…. Jangan di Kompas TV. Tapi saya rasa saya bisa nyanyikan bait pertama..

{Tony menyanyikan chorus dari lagu “Let it go”}

“Let it goo…. let it gooo…..” Saya menyanyikan ini khusus untuk seseorang. Anda juga tentu tahu apa yang saya ingin dia “lepaskan”

Timothy:

Sesuatu yang dibekukan ya?

Tony:

Benar…

Timothy:

….Berbicara tentang penerbangan di Indonesia…. – disela oleh Tony

Tony:

Wah, Tony Fernandes memulai karir nyanyinya di Kompas TV. Hati-hati PT. Musica, Tony Fernandes datang untuk menguasai udara yang berbeda. Meski sedikit gemuk hahaha…

Timothy:

Hahaha….Ok, kita kembali tentang Indonesia. Saat saya bertanya melalui Media Sosial tentang apa yang ingin mereka tanyakan pada Tony Fernandes, banyak yang bertanya tentang bagaimana cara anda bangkit dari peristiwa buruk penerbangan QZ8501 tahun lalu. Saat itu anda bisa saja membiarkan perusahaan anda menanganinya, tetapi anda membuatnya menjadi masalah pribadi untuk anda hadapi secara langsung. Mengapa anda melakukan itu?

Tony:

Harus diakui nama Tony Fernandes dan AirAsia tidak bisa dipisahkan. Rasanya tidak benar kalau tidak memimpinnya dari depan. Itu adalah pesawat kami, dan saya harus menghadapinya secara langsung. Rasanya hanya itu hal yang tepat untuk dilakukan.

Timothy:

Itu bukan pilihan termudah anda.

Tony:

Memang bukan. Hidup terkadang memberikan kita kesulitan, tapi terkadang hanya itulah pilihan yang diberikan pada kita.

Timothy:

Anda tampak tenang saat menghadapi setiap pernyataan pada media, maupun keluarga yang ditinggalkan. Apakah anda selalu setenang itu sepanjang proses pencarian?

Tony:

Tidak, tentu saja tidak. Itu adalah hal yang paling saya takutkan sejak saya menjadi CEO AirAsia, itu adalah mimpi buruk semua CEO di bisnis penerbangan. Anda tidak akan pernah menjumpai masalah seperti itu di Kompas TV, atau pun di perbankan. Kalau kita panik, maka efeknya bagi staf tidak baik. Saya harus katakan bahwa pahlawan sebenarnya adalah tim yang menangani langsung peristiwa ini. Mulai dari petugas, tim komunikasi, dan seluruh tim lainnya.

Di satu sisi kita bicara tentang penumpang ke 300 juta AirAsia, dan kisah sukses dari perusahaan ini. Tapi dalam tahun-tahun mendatang dalam kehidupan saya, saat saya melihat ke belakang, hal yang paling bermakna buat saya adalah bagaimana peristiwa QZ8501 ditangani.

Karena saat itulah kita melihat nilai kemanusiaan, kita melihat wujud sesungguhnya manusia dalam menghadapi krisis. Saat semua berjalan lancar, mudah untuk berbuat baik. Tapi saat hal buruk terjadi, disitulah terlihat apakah seseorang itu sudah dewasa, atau masih kekanak-kanakan. Bagaimana perusahaan saya bereaksi menurut saya sangat menakjubkan. Apa yang mereka lakukan membuat saya bangga akan perusahaan yang sudah saya bangun. Hal seperti ini tidak bisa disimulasikan.

Timothy:

Anda tidak akan pernah siap.

Tony:

Benar. Seberapa banyak anda berlatih, tidak ada yang bisa mempersiapkan anda untuk menghadapi hal seperti itu. Saya harus katakan, sepanjang karir saya, mungkin itu saat yang paling menyentuh. Melihat bagaimana staff saya menghadapi hari yang tragis itu.

Timothy:

Apakah bagi anda, peristiwa itu sudah tuntas dan benar-benar berlalu?

Tony:

Tidak, tidak akan pernah terasa tuntas. Karena kita tidak akan pernah betul-betul tahu apa yang terjadi hari itu. Kita hanya bisa menunggu saja apa hasil investigasinya. Tapi bagi saya, hal itu tidak akan pernah terasa tuntas. Memang tidak boleh terasa tuntas, karena kita harus bertanggung-jawab pada keluarga korban yang ditinggalkan, serta membuktikan pada staff kita untuk menjadi yang terbaik. Saya tidak akan lari dan menutup peristiwa ini. Anda tidak akan mendengar saya memberi perintah pada Audrey (staff Tony) agar saya tidak ditanyai tentang peristiwa QZ8501 dalam wawancara. Kita tidak boleh menutupnya, dan harus mengenangnya agar bisa belajar darinya untuk menjadi yang terbaik.

Timothy:

Bagaimana peristiwa itu telah mengubah AirAsia?

……….

To be continued inPart II – Bisnis dan Tragedi. Wawancara dengan Tony Fernandes

Leave a comment